Eramuslim.com – Tiga orang telah divonis dalam kasus pembunuhan tragis wartawan Tribrata TV, Rico Sempurna Pasaribu. Tapi, pertanyaan besar masih menggantung: siapa otak di balik pembunuhan ini?
LBH Medan menduga ada aktor besar yang belum tersentuh hukum. Nama seorang anggota TNI berinisial Koptu HB disebut berkali-kali dalam persidangan oleh para terdakwa dan saksi. Namun hingga kini, HB belum diproses secara hukum. Padahal, anak korban, Eva Meliani Pasaribu, sudah melaporkannya ke Polisi Militer sejak Juli 2024. Sayangnya, tak ada perkembangan yang berarti dari laporan tersebut.
LBH Medan meyakini bahwa tiga terdakwa hanya menjalankan perintah. Mereka adalah:
-
Bebas Ginting (62 tahun)
-
Yunus Syahputra Tarigan (37 tahun)
-
Rudi Apri Sembiring (37 tahun)
Rico sempat menulis berita tentang lokasi perjudian yang diduga milik HB. Lima hari setelah berita itu tayang, rumah Rico dibakar. Ia tewas bersama istri, anak, dan cucunya.
Bukti dugaan keterlibatan HB cukup kuat. Dalam sidang, disebutkan HB sempat meminta redaksi tempat Rico bekerja agar berita soal tempat judi itu dihapus. Bahkan, Bulang (salah satu terdakwa) sempat menelepon Eva dan meminta doa agar ia bisa berkata jujur di persidangan.
Namun, HB membantah semua tuduhan saat bersaksi di pengadilan. Ia mengaku tak pernah menyuruh siapa pun mencelakai Rico. Ia juga menyangkal memiliki tempat perjudian, mengklaim kedai itu telah disewakan sejak 2023.
LBH Pers menilai ini bukan sekadar kasus kriminal biasa. Direktur LBH Pers Mustafa Layong menyebut kasus ini sebagai pelanggaran HAM berat: terhadap hak hidup, hak atas informasi, dan hak atas keadilan. Menurutnya, lambatnya proses hukum yang menyangkut militer adalah masalah struktural, bukan individu.
Kritik juga datang dari berbagai lembaga:
-
Komnas HAM dan DPR telah didatangi Eva dan tim advokasi.
-
Komnas Perempuan dan LBH menyebut adanya kecenderungan impunitas saat TNI terlibat.
-
Pengamat militer menyarankan kasus dibawa ke peradilan umum melalui koneksitas.
Kriminolog Erni Rahmawati menyebut keterlibatan aparat dalam bisnis ilegal, seperti judi, berkaitan dengan rasa kebal hukum dan lemahnya pengawasan. Bisnis ini menawarkan keuntungan besar yang menggoda, sementara sistem hukum tak cukup kuat menahan penyimpangan.
Sudah setahun sejak tragedi itu, tapi rasa keadilan bagi keluarga Rico masih jauh dari nyata. Jika negara tak segera bertindak, bukan hanya hukum yang rusak — tapi juga kepercayaan rakyat pada institusi.
Sumber: Tempo.co